
jakarta, Haloindonesia.co.id – mahkamah konstitusi (mk) kembali menggelar sidang pengujian ketentuan ambang batas parlemen untuk perolehan kursi anggota dewan perwakilan rakyat yang juga diatur dalam undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum (uu pemilu), pada selasa (17/10/2023). agenda sidang yaitu mendengar keterangan pemerintah. dua perkara digabung dalam persidangan kali ini yakni, perkara nomor 116/puu-xxi/2023 ini diajukan oleh perkumpulan untuk pemilu dan demokrasi (perludem) dan perkara nomor 124/puu-xxi/2023 yang diajukan oleh partai ummat.
dalam persidangan yang dipimpin ketua mk suhartoyo dengan didampingi delapan hakim konstitusi, pemerintah yang diwakili oleh kepala badan strategi kebijakan dalam negeri kemendagri, yusharto huntoyungo mengatakan penerapan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) merupakan instrumen untuk pengurangan jumlah partai politik pada parlemen dalam rangka menyederhanakan sistem kepartaian, guna mewujudkan kondisi politik yang stabil. “ambang batas parlemen (parliamentary threshold) dapat membantu meningkatkan kinerja parlemen. ketika terjadi kenaikan persentase ambang batas parlemen, maka anggota fraksi termotivasi untuk menjadi lebih maksimal dalam mewujudkan aspirasi masyarakat,” kata yusharto.
menurut pemerintah, hal terpenting yang menjadi alasan penyederhanaan partai politik adalah untuk melindungi demokrasi dari hal-hal negatif, yaitu kebebasan politik yang tidak mampu mewujudkan ide pemerintahan dari dan untuk rakyat, yaitu rakyat sebagai penerima manfaat pemerintahan.
“penyederhanaan jumlah partai politik dengan penerapan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) tidak bertentangan dengan demokrasi dan hak asasi manusia terutama hak untuk berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat. partai politik merupakan salah satu sistem yang menjadi alat pendukung demokrasi. oleh karena itu, banyak sedikitnya jumlah partai politik tidak dapat dijadikan tumpuan sebagai satu-satunya ukuran untuk menilai demokratis atau tidaknya sebuah negara,” terangnya.
dengan demikian, sambung yusharto, pengaturan ambang batas parlemen tidak menimbulkan ketidakadilan bagi pemilih dan peserta pemilu ataupun mengurangi keterwakilan rakyat sebagai pemilih di parlemen. menurut pemerintah, diberlakukannya ambang batas parlemen adalah untuk terciptanya efisiensi dalam penyelenggaraan pemerintahan karena partai politik yang berada di parlemen merupakan partai politik yang didukung secara baik oleh masyarakat, dibuktikan dari perolehan suara atau kursi yang didapatkan melalui pemilu.
ia juga menyebut, ambang batas parlemen berfungsi untuk mendorong peningkatan fungsi-fungsi partai politik, sehingga partai politik akan mengimplementasikan seluruh fungsi-fungsi partai politik, agar dapat meningkatkan kualitas partai politik. peningkatan kualitas partai politik akan memicu masyarakat untuk mendukung dan memberikan suaranya kepada partai politik yang berkualitas. oleh karena partai politik yang berkualitas akan menghasilkan anggota parlemen yang beritegritas dan kompeten, maka kebijakan-kebijakan yang dihasilkan oleh parlemen merupakan kebijakan yang mewujudkan aspirasi rakyat guna terciptanya kesejahteraan rakyat.
menurut pemerintah, pengaturan ambang batas parlemen dalam uu pemilu merupakan salah satu tahapan yang harus dilaksanakan untuk mewujudkan penyelenggaraan pemilu secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sebagaimana yang tertuang dalam pasal 22e ayat (1) uud 1945, dan memberikan kepastian hukum bagi calon anggota dpr, karena dengan adanya ambang batas parlemen yang sudah ditentukan, maka calon anggota dpr akan maksimal dalam menyampaikan visi misi untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, serta rakyat sebagai pemilih dapat mengetahui integritas, profesionalitas, dan akuntabilitas calon anggota dpr yang akan dipilihnya.
“dalam penentuan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) telah dilakukan pembahasan secara intensif dan komprehensif dalam pembentukan uu 7/2017, dan disepakati bahwa ambang batas paling rendah 4% (empat persen) dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan kursi anggota dpr. hal tersebut juga terjadi pada pembahasan terkait dengan sistem pemilu proporsional, alokasi kursi per daerah pemilihan, dan metode konversi suara ke kursi. hal ini merupakan tujuan dari pembuat undang-undang menyederhanakan sistem kepartaian di parlemen, sehingga dengan mekanisme penetapan ambang batas, kinerja parlemen lebih efektif dan terbentuknya stabilitas pemerintahan,” tegasnya.
pemerintah juga menjelaskan, meski undang-undang yang diuji dalam permohonan a quo berbeda, akan telapi norma yang diuji secara substansi tidak berbeda dengan norma yang telah dinilai oleh mahkamah melalui pulusan-putusan yang telah dikeluarkan mk, khususnya putusan yang berkenaan dengan ambang batas parlemen untuk keanggotaan dpr. mahkamah telah menegaskan pendiriannya bahwa hal tersebut berkaitan dengan politik penyederhanaan kepartaian dengan menyatakan open legal policy sepanjang tidak bertentangan dengan kedaulatan rakyat, hak politik, dan rasionalitas.