Roma, Halo Indonesia – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman memberikan pidato kunci dalam Seminar ‘Pemberantasan Kemiskinan Melalui Pertanian dan Perkebunan Demi Perdamaian dan Kemanusiaan’, Roma, 15 Mei 2018. Mengawali pidatonya, Menko Luhut mengapresiasi kerja sama Indonesia, Malaysia dan Dicastery for Promoting Integral Human Development di bawah kepemimpinan Kardinal Peter Turkson, yang telah memprakarsai pelaksanaan seminar ini.
Kardinal Turkson mengatakan sektor pertanian termasuk perkebunan (agricultural) termasuk perkebunan kelapa sawit bisa menjadi sektor usaha untuk menghapus kemiskinan. Kardinal Turkson berpesan bahwa keseimbangan antara kegiatan ekonomi dan pengelolaan lingkungan harus tetap dijaga.
Konferensi ini merupakan forum penting untuk bertukar pikiran dan berdialog antar pemangku kepentingan mewakili pemerintah, Organisasi Non Pemerintah, akademisi dan pengusaha agrikultural termasuk sawit dan kelompok-kelompok masyarakat sipil. “Kami (pemerintah Indonesia-red) tidak ada maksud sama sekali untuk ‘menggunakan’ Vatikan untuk bertentangan dengan pihak manapun,” jelas Menko Luhut mengenai posisi Vatikan yang murni hadir sebagai fasilitator untuk menyampaikan fakta yang lengkap mengenai industri kelapa sawit dari sudut pandang kemanusiaan dan pengurangan kemiskinan.
Turut hadir sebagai pembicara pada sesi ini Duta Besar Malaysia untuk Vatika Tan Sri Bernard Giluk Dompok, Kardinal Peter Turkson, Rektor Pontifical Urban University Alberto Trevisial, James Fry dari Oxford, Frans Claassen dari Europan Palm Oil Alliance, Prof. Pietri Paganini dari John Cabot University, dan Thomas Mielke dari Oil World.
Menko Luhut melanjutkan pidatonya dengan menjelaskan mengenai pertumbuhan ekonomi Indonesia yang telah telah menunjukkan kinerja yang cukup baik. Selama dekade terakhir, ekonomi Indonesia tumbuh rata-rata sekitar 5,7%, tercepat ketiga di antara G20 setelah Tiongkok dan India. Rasio Gini Indonesia terus menyusut dari 0,4 menjadi 0,3 dalam tiga tahun menunjukkan keberhasilan kebijakan ekonomi pemerintah. Beberapa lembaga bahkan meramalkan bahwa pada 2030 – 2050, Indonesia akan menjadi ekonomi terbesar ke-5 dunia di G20. Kinerja ekonomi itu tidak mungkin terjadi tanpa kontribusi yang signifikan dari sektor pertanian Indonesia.
Sektor pertanian berkontribusi signifikan terhadap perekonomian Indonesia. PDB dari sektor pertanian rata-rata 4,1 Miliar Euro per tahun pada periode 2010 hingga 2018. Pada tahun 2014, sektor pertanian mempekerjakan sekitar 40,12 juta orang, atau sekitar 33% tenaga kerja Indonesia.
Sektor agrikultural sangat penting bagi Indonesia
Menko Luhut menekankan bahwa saat ini kelapa sawit adalah penyumbang terbesar dari sektor pertanian Indonesia. Ini juga memberikan kontribusi signifikan terhadap ekspor, dimana pada tahun 2017 total ekspor sawit mencapai sekitar 15,5 Miliar Euro. Minyak kelapa sawit memiliki pengaruh signifikan terhadap penghidupan jutaan penduduk Indonesia. Luas total perkebunan kelapa sawit adalah sekitar 11,26 juta hektar. Lebih dari 41% dari area tersebut dikelola oleh petani kecil.
Dalam hal penciptaan lapangan kerja, sektor kelapa sawit menyediakan 5,5 juta karyawan langsung dan 12 juta karyawan tidak langsung. Sekitar 17,5 juta orang saat ini bekerja di industri minyak sawit. Data yang ada memperlihatkan bahwa minyak sawit memiliki peran yang sangat signifikan dalam penciptaan lapangan kerja serta pengentasan petani Indonesia dari kemiskinan.
Pemerintah Indonesia meyakini kelapa sawit harus mempertimbangkan aspek sosial dan lingkungan sebagai elemen inti SDGs untuk mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan.
Menko Luhut menegaskan, “Kami (Pemerintah Indonesia-red) telah menetapkan sejumlah kebijakan dan kerangka peraturan untuk memastikan perlindungan lingkungan dan sosial yang diterapkan dalam produksi sumber daya alam Indonesia yang diekspor. Implementasi IUU Fishing dan perikanan berkelanjutan, moratorium deforestasi, dan restorasi lahan gambut telah dilaksanakan selama beberapa tahun terakhir.”
Indonesia adalah negara pertama di Asia yang memiliki standar produk kayu berkelanjutan yang diakui oleh UE melalui perjanjian bilateral yang kuat. Undang-undang UE mengakui legalitas kayu Indonesia yang juga diatur oleh peraturan Indonesia.
Menyinggung kebijakan untuk mengatasi tantangan deforestasi, Menko Luhut menjelaskan bahwa deforestasi di Indonesia disebabkan oleh banyak aspek. “Kelapa sawit adalah sumber deforestasi paling sedikit. Bahkan di tingkat global, kelapa sawit adalah penyebab deforestasi terkecil. Satu-satunya ancaman paling kritis terhadap deforestasi di tingkat global sebenarnya adalah peternakan sapi.”
Menko Luhut melanjutkan, kebijakan Indonesia mengatasi deforestasi adalah melalui reboisasi. “Hasilnya menggembirakan. “Pada tahun 2014-2015 deforestasi dikurangi, yang mulanya seluas 1,09 juta hektar, pada tahun 2015-2016 menjadi 0,63 juta hektar, tahun 2016-2017 menjadi 0,47 juta hektar. Bertentangan dengan banyak tuduhan LSM, Indonesia melakukan hal yang benar dalam mengatasi deforestasi.”
Indonesia juga telah menetapkan Standar Kelestarian kelapa sawitnya sendiri dan sepenuhnya mematuhi skema sertifikasi berbasis pasar. Minyak sawit adalah salah satu komoditas ekspor yang paling diatur di Indonesia. “Ini berarti bahwa sebagian besar ekspor Minyak Sawit kami telah diakui sebagai 100% berkelanjutan.” Pungkas Menko Luhut.***