Jakarta, Halo Indonesia Itech- Fortinet, perusahaan global pengembang solusi keamanan siber berkinerja tinggi, mengumumkan hasil survei terbarunya yang menunjukkan bahwa hampir setengah dari dewan pengambil keputusan IT di Asia-Pasifik (APAC) belum memperlakukan keamanan cyber sebagai prioritas utama. Padahal dengan makin pesatnya penggunaan internet atau Internet of Things (IoT) dan adopsi cloud system yang terus berkembang, ancaman kejahatan cyber juga makin besar.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, kesadaran para pelaku usaha untuk melakukan transformasi sistem bisnis dengan teknologi digital, sudah semakin tinggi. Tak hanya di kalangan enterprise (perusahaan besar), namun juga pelaku usaha kecil dan menengah, termasuk para start up (rintisan bisnis) baru. Namun di sisi lain, kesadaran untuk implementasi sistem keamanan cyber, baik untuk jaringan infrastruktur, maupun perlindungan IT untuk sistem manajemen internal perusahaan, terbilang masih rendah.
“Secara global survei ini sudah dilakukan pada Agustus lalu yang melibatkan 1.801 dari qualified pengambil keputusan IT di perusahaan dengan jumlah karyawan masing-masing lebih 250 karyawan. Sedangkan partisipan yang disurvei di APAC sebanyak 601 partisipan yang antara lain berasal dari Singapura, Australia, India, Hongkong, Korea, termasuk 100 peserta dari Indonesia,” ujar Edwin Lim, Regional Director, Fortinet Indonesia dalam acara media gathering (24/10) , di Jakarta.
Disebutkan, sebagian besar pemimpin IT di Asia-Pasifik sudah makin mempercayai dan melakukan transformasi data center ke sistem cloud. Solusi cloud ini tak hanya untuk e-mail dan website, namun juga untuk apikasi lain, termasuk data center. Padahal solusi cloud juga rawan terhadap serangan cyber. Bahkan beberapa perusahaan juga telah mengalami adanya gangguan keamanan cyber ini.
Tercatat 85% dari bisnis yang disurvei, telah menjadi korban kejahatan cyber dalam dua tahun terakhir ini. Malware dan ransomware adalah ancaman yang paling umum, dengan 47% organisasi mengalami serangan serupa dan 50% responden masih menganggapnya sebagai salah satu ancaman dari risiko utama. “Di era seperti sekarang ini, di mana konvergensi digital sudah seharusnya pelaku usaha memberikan perhatian besar terhadap perkembangan TI dan dunia digital sebagai bagian dari strategi pengembangan bisnisnya. Dengan makin mudah mendapatkan informasi melalui dunia maya, hal ini juga harus diimbangi implmenetasi IT security. Apalagi di tengah intensitas serangan cyber yang juga makin tinggi,” tambah Edwin Lim.
Ditambahkan sebagai pengembang software IT security, solusi Fortinet telah memberikan cakupan luas dengan kinerja yang dibutuhkan, untuk melindungi dari ujung ke pusat data dan dari IoT ke cloud. Setiap saat, Fortinet juga melaukan analisis pasar mengenai tren serangan cyber untuk memberikan warning dan masukan agar perusahaan cepat melakukan antisipasi dalam pencegahan serangan cyber ini. “Hal lain yang cukup menggembirakan dari survei kami ini, bahwa tingkat awarnes dan kesadaran masyarakat Indonesia, termasuk pelaku usaha terhadap IT securty ini, selama dua tahun terakhir ini perkembangannmya sungguh sangat pesat. Hanya saja, untuk implementasi dan action dalam imlementyasi solusi IT Security ini masih rendah. Iniah yang akan terus kami dorong,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Pakar Keamanan Cyber dan Komunikasi, Pratama D Persadha menegaskan cyber crime saat ini sudah menjadi ancaman serius bagi keamanan digital nasional Indonesia.Tingkat kejahatan cyber semakin meningkat dengan intensitas serangan dari berbagai penjuru dunia. Cybercrime terus menyerang semua perangkat komputasi dalam berbagai industri, yang bisa menimbulkan kerugian besar.
“Dari survei yang kami dapat, kerugian global secara ekonomi akibat cybercrime mencapai US 450 miliar. Angka ini diprediksi bakal terus meningkat di mana hingga 2021 diprediksi kerugiannya bisa mencapai US 6 triliun. Sungguh ini sudah menjadi ancaman serius, termasuk bagi Indonesia, karena itu harus ada upaya serius dari pemerintah maupun pelaku usaha untuk mencegahnya,” tandas Pratama D Persadha yang juga Chairman Communication and Information System Security Research Center(CISSReC) ini.
Menurut Pratama, negara-negara maju kini tidak lagi berperang di area terbuka, tapi perang di ranah cyber dengan kekuatan besar.Negara-negara saling berlomba mengembangkan solusi untuk melawan cyber crime agar informasi tak mudah diretas dan diketahui negara lainnya. Karena itu, dia juga mengusulkan agar pemerintah segera mewujudkan adanya lembaga khusus yang bertanggung jawab terhadap keamanan cyber ini. (RED-AC)