
Jakarta, Haloindonesia.co.id – Dalam Annual Meeting World Economic Forum (WEF) 2024, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati berkesempatan membagikan pengalamannya sebagai seorang menteri keuangan perempuan di Indonesia dalam sesi “The Economics of Gender Parity” pada Selasa (16/1) di Davos, Swiss.
Untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam angkatan kerja, Menkeu menjelaskan bahwa Pemerintah Indonesia berfokus pada pengarusutamaan gender dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Selain itu, pemerintah juga memperkenalkan penandaan anggaran atau budget tagging yang responsif gender dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk mengidentifikasi anggaran agar benar-benar memberikan dukungan terhadap penguatan gender.
“Penandaan penargetan gender sesuai anggaran telah diperkenalkan dan kini telah diterapkan pada 42 persen pemerintah daerah kita,” ujar Menkeu.
Menkeu menilai partisipasi perempuan dalam angkatan kerja di Indonesia terbilang cukup stagnan. Menurutnya, hal tersebut disebabkan peluang yang masih kecil, baik di sisi supply maupun demand. Dari sisi supply, Menkeu mengungkapkan pemerintah perlu menggunakan instrumen fiskal, termasuk regulasi dan kebijakan untuk meningkatkan keterampilan perempuan dari hal yang paling mendasar.
“Angka kematian ibu melahirkan di Indonesia serta angka kematian bayi juga sangat tinggi. Hal ini perlu dibenahi dan kita mengalokasikan anggaran yang cukup besar untuk fasilitas kesehatan,” kata Menkeu.
Di bidang pendidikan, pemerintah juga memberikan beasiswa dimana 52 persen penerima beasiswa tersebut adalah perempuan. Selain itu, pemerintah juga menyediakan program jaring pengaman sosial yang berbasis gender, seperti Program Keluarga Harapan (PKH). Bantuan tunai tersebut diberikan kepada kepala keluarga yang mayoritas perempuan agar dapat digunakan untuk memenuhi gizi keluarga dan anak-anaknya.
“Kami juga memperkenalkan akses permodalan yang cukup banyak. Kami memberikan akses melalui subsidi bunga, terutama bagi kelompok ultra mikro yang berjumlah lebih dari 7,5 juta orang. Kini mereka memiliki akses yang 90 persen dalam hal ini dipimpin oleh perempuan. Jadi, pada sisi supply, perempuan akan diberdayakan dalam hal akses terhadap modal, keterampilan mereka sendiri, dan peluang,” ujarnya.
Sementara dari sisi demand, Menkeu menilai bukan hanya netralitas gender yang diberikan, tetapi afirmasi gender juga menjadi penting karena situasi yang dihadapi perempuan ketika bekerja berbeda dengan laki-laki. Menkeu melihat terdapat permasalahan mendasar yang dihadapi perempuan ketika bekerja, yaitu waktu yang dialokasikan untuk terus berkarir dan berkeluarga. Hal tersebut sangat perlu untuk segera diatasi.
“Kebijakan dan regulasi sangatlah penting, memastikan bahwa sinyal untuk memberikan kesempatan yang setara benar-benar ada atau bahkan dalam hal ini tidak sekadar netralitas gender, tetapi lebih afirmatif terhadap gender. Untuk itu, Kementerian Keuangan memperkenalkan cuti melahirkan, tempat laktasi, tempat penitipan anak sehingga kita mencegah perempuan melepas karirnya. Hal ini akan memungkinkan kita untuk memiliki lebih banyak perempuan pada posisi teratas,” pungkasnya.