
Lamandau, Haloindonesia.co.id – Salah satu budaya dan adat yang masih kental di Lamandau, yaitu suku Dayak. Dapat dilihat dari mayoritas penduduknya adalah suku Dayak. Dayak Tomun merupakan salah satunya. Suku ini hidup dengan cara berburu dan berladang.
Nenek moyang orang Dayak di Lamandau menganut agama Hindu Keharingan. Keharingan adalah kepercayaan/agama asli suku Dayak di Kalimantan, ketika agama-agama besar belum memasuki di Kalimantan. Kini Suku Dayak tidak hanya beragama Keharingan, tapi sudah ada yang memeluk agama Islam, Kristen, Hindu, Buddha, dan Katolik.
Kebiasaan manginang atau menyimpa juga masih dilakukan oleh beberapa orang Dayak di sini. Beberapa bahan yang digunakan untuk manginang tidak jauh berbeda dengan nginang di Jawa, yaitu daun sirih, kapur sirih, tembakau, kencur, dan buah pinang.
Selain itu, ada upacara adat untuk menyambut tamu yang datang ke Kabupaten yang diberi nama Nota Garung Pantan (Nota artinya memotong, Garung artinya kayu, dan Pantan artinya rintangan atau penghalang), yang memiliki makna supaya orang yang berkunjung ke Kabupaten Lamandau terlepas dari tantangan rintangan dan hambatan.
Guna mendukung mobilitas orang dan barang dari dan menuju Kabupaten Lamandau, pemerintah Kabupaten Lamandau, terus berupaya membangun bandara. Pemerintah Kabupaten Lamandau telah menyiapkan lahan seluas 200 hektare untuk pembangunan lapangan udara atau bandara perintis yang rencananya akan dibangun di Desa Guci, Kecamatan Bulik, guna mendukung sektor pariwisata untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat Lamandau.
Festival Tarian Babukung
Kabupaten Lamandau sangat terkenal dengan adat budaya yang kental akan magisnya, salah satunya adalah Babukung yang merupakan Ritual Kematian bagi masyarakat Suku Dayak Tomun yang memeluk kepercayaan Keharingan. Ritual ini merupakan sebuah rangkaian acara panjang yang dilakukan oleh keluarga dan para kerabat dari orang yang telah meninggal dunia sebelum ia di kuburkan, dengan kata lain Babukung ialah ritual persemayaman Jenazah.
Kepala Dinas Pariwisata Lamandau Drs. Yuano, M.Si., mengatakan, pada awalnya ritual Babukung ini hanya boleh dilaksanakan ketika ada masyarakat umat Keharingan yang meninggal dunia. “Festival tarian Babukung merupakan festival tarian Topeng, yang akan dilaksanakan pada tanggal 7 hingga 9 Agustus 2023 untuk di promosikan sesuai arahan pak Bupati Lamandau Hendra Lesmana,” ujar Yuano.
Lanjut dia, ritual Babukung atau persemayaman Jenazah ini ditentukan dari hasil mufakat keluarga dan mantir adat, lamanya ritual ini biasanya dilakukan dalam hitungan ganjil 3, 5, 7, 21 dan seterusnya. “Yang mempengaruhi lamanya masa persemayaman Jenazah antara lain status sosial masa hidup jenazah, kondisi ekonomi keluarga, serta waktu dan tempat dari keadaan keluarga itu sendiri,” ujarnya.
Pelaksanaan ritual Kematian Suku Dayak Tomun Lamandau biasa diawali dengan pemberitahuan kepada warga sekitar dengan membunyikan “Tatawak” atau di sebut dengan “Tobah Iring Jalan atau Tobah Togur, yaitu tanda kedukaan bahwa salah satu anggota masyarakat tersebut ada yang telah meninggal dunia. “Setelah itu Jenazah dimandikan oleh keluarga lalu di semayamkan di rumah duka dengan posisi tidak sejajar dengan rusuk atap rumah, dengan maksud agar arwah jenazah ini tidak kembali lagi ke rumah tersebut,” jelas Yuano.
Bukung yang menari ini akan memberikan bantuan berupa materi, seperti uang atau bahan sembako untuk pihak keluarga. Tujuan menari memakai topeng berkarakter ini adalah agar keluarga yang ditinggalkan merasa terhibur dengan tarian yang dilakukan.
Menurut Yuano, seiring perkembangan zaman yang semakin canggih, pertumbuhan masyarakat yang meningkat, populasi Dayak Tomun Asli pun semakin berkurang, serta ritual Babukung ini memerlukan biaya yang tidak sedikit sehingga pelaksanaanya mulai ditinggalkan. Melihat kondisi ini, maka pemerintah Kabupaten Lamandau berupaya melestarikannya.
“Pemerintah Kabupaten Lamandau berinisiatif untuk mengangkat Ritual Babukung ini menjadi sebuah hiburan masyarakat, yaitu “Festival Babukung” dengan tujuan agar adat istiadat, budaya dan kesenian asli masyarakat Suku Dayak Tomun ini tidak punah. Melalui musyawarah dengan berbagai elemen masyarakat, akhirnya disetujui dengan memberikan beberapa syarat adat untuk menggelar Festival Babukung,” imbuh Yuano.
Festival Balayah Lanting
Festival Balayah Lanting merupakan upaya untuk melestarikan tradisi masa lalu masyarakat yang mengandalkan sungai sebagai sarana transpotasi, sekaligus memperkenalkan potensi parawisata.
Festival ini dapat menjadi nilai tambah untuk pengembangan, pelestarian budaya dan parawisata. Selain tu, festival ini juga menjadi awal yang baik dalam upaya pemulihan ekonomi dengan meningkatnya kunjungan wisatawan ke Lamandau.
Festival ini mengambil tema ‘’Menjaga Alam, Melestarikan Budaya’’, yang memiliki arti bahwa Tuhan telah memberikan alam semesta isinya yang indah, maka sudah sepatutnyalah dijaga dan dilestarikan. Festival Balayah Lanting juga akan menyugukan keramahtamahan dan kehidupan tradisional penduduk lokal sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung.
Festival Balayah Lanting merupakan event tahunan yang dilaksanakan di Kecamatan Delang, sebagai daerah unggulan tujuan wisata di Kabupaten Lamandau. Event ini menyuguhkan atraksi unik yaitu menyusuri sungai menggunakan rakit bambu atau yang disebut Lanting oleh masyarakat sekitar.
Selain atraksi utama tersebut, para pengunjung akan disuguhi banyak atraksi lainnya seperti trekking melewati hutan hujan tropis menuju air terjun, camping di tepi sungai yang jernih sambil menikmati pertunjukan seni tradisional, serta memilih produk kerajinan kreatif dan kuliner pada lokasi bazaar yang akan menciptakan suatu pengalaman yang menakjubkan bagi pengunjung.
Ketua DPRD Kabupaten Lamandau Heriyanto, mengatakan, dahulu masyarakat di Lamandau menggunakan sungai sebagai sarana transportasi untuk menggerakan perekenomian. “Masyarakat membentuk kelompok untuk membuat Lanting (rakit tradisional Lamandau) yang terbuat dari pohon bambu yang dipukul-pukul menjadi satu atau kayu-kayu yang mudah mengapung. Kemudian mereka menggunakannya untuk mengangkut hasil bumi atau ternak melalui sungai ke kota atau pusat perdagangan,” ujar Heriyanto.
Lanjut dia, untuk mengingatkan tradisi dan budaya tersebut, kami mengelar Festival Balayah Lanting pada tanggal 15 -16 Juli 2023, di Kecamatan Delang Kabupaten Lamandau. “DPRD Lamandau mendukung gelaran ini dari sisi anggaran agar Festival Balayah Lanting yang merupakan event tahunan ini dapat disaksiskan masyarakat dan mendatangkan wisatawan domestik dan mancanegara ke Lamandau,” pungkas Heriyanto. (***)