Jakarta, Haloindonesia.co.id – Saat bulan Ramadan, setiap daerah selalu memiliki panganan khas yang menjadi menu wajib untuk berbuka puasa. Di Sumatra Utara, masyarakatnya senang mengonsumsi pucuk rotan. Siapa menyangka jika rotan yang selama ini dikenal sebagai bahan pembuat perabot ternyata juga bisa dikonsumsi sebagai makanan. Di Medan, Sumatra Utara, tepatnya di daerah Mandailing, pucuk rotan alias pakat merupakan menu favorit untuk berbuka puasa.
Pakat sering disajikan sebagai lalapan maupun pelengkap sayur ikan. Bagian pucuk rotan ternyata memiliki tekstur yang sangat lembut sehingga mudah dikonsumsi. Rasanya seperti lalapan pada umumnya, cenderung pahit namun tetap dapat menambah selera makan bila sudah pas di lidah. Tidak seperti petai atau jengkol, pakat tidak meninggalkan bau mulut.
Cara mengolah pakat terbilang cukup mudah. Pucuk rotan dipotong sepanjang satu meter lalu dibakar selama setengah jam menggunakan tungku dengan arang atau batok kelapa. Bila sudah matang dan mengeluarkan getah berwarna putih, kupas lapisan luarnya lalu ambil bagian isi. Potong-potong isi pucuk rotan sepanjang 10 sentimeter.
Isinya yang putih lembut sudah bisa langsung dikonsumsi untuk dicocol dengan sambal kecap sebagai lalapan. Selain itu, pakat juga bisa dimasak sayur gulai dengan ikan salai. Pakat sudah menjadi ciri khas sebagai menu berbuka puasa bagi orang-orang Mandailing. Selain rasanya yang khas, harganya pun ekonomis. Dengan selembar uang sepuluh ribu Rupiah, Anda bisa membawa pulang lima batang pakat yang sudah dibakar dan dikupas.
Jika Anda ingin mencari pakat, sangat mudah menemukannya di pinggir-pinggir jalan kota Medan maupun di restoran. Misalnya di Jalan Karya Medan, Jalan Suka Ramai, Simpang Aksara, Jalan Denai, di bawah tol dan di beberapa lokasi lainnya. Para pedagang pakat biasanya hanya menjual pakat bakar serta menyediakan bumbu anyang, yaitu bumbu yang terbuat dari santan kelapa dan daging buah kelapa yang digoreng.
Permintaan pakat saat bulan suci Ramadan cenderung meningkat pesat. Bila pada hari biasa pakat laku terjual sebanyak 300 batang, maka di bulan puasa mencapai seribu batang per harinya.Selain suku Mandailing, orang-orang Batak Angkola juga menyukai lalapan pucuk rotan ini. Sekarang, menu ini digemari oleh hampir semua orang di Sumatra Utara, termasuk mereka dari suku Jawa dan Padang yang tinggal di sana.
Mereka percaya bahwa pakat dapat meningkatkan nafsu makan. Itu sebabnya pakat selalu dikonsumsi sebagai menu buka puasa maupun jelang sahur. Rasa pakat yang pahit membuat makanan lain terasa jauh lebih enak. Manfaat lain pakat adalah untuk menjaga kesehatan.
Pakat dipercaya dapat mengobati penyakit kencing manis, malaria dan darah tinggi. Untuk mengobati kencing manis, konsumsi pakat tanpa nasi. Di daerah asalnya, Tapanuli Selatan, pakat tak hanya dijadikan menu buka puasa, tetapi sekaligus makanan adat saat upacara-upacara khusus bagi masyarakat Tapanuli Selatan dan Mandailing Natal.
Berminat mencicipi pakat? Segeralah menuju Sumatera Utara saat bulan Ramadan karena pakat termasuk kuliner musiman.