Washington, HaloIndonesia – Dalam pertemuan antara Menko Luhut Pandjaitan dengan Vice-President Sustainable Development Laura Tuck dan perwakilan negara lainnya dalam Close Door Event: Towards Blue Economy (19-04-2018), Menko Luhut menjelaskan mengenai sampah laut di Indonesia. Menurut Menko Luhut masalah sampah laut sangat penting karena 2/3 negara Indonesia terdiri dari luat karena itu sangat tergantung dengan laut.
Saat pelantikan sebagai Presiden 2014, Jokowi menyatakan maritim sebagai agenda utama dalam pemerintahannya. Terutama bagaimana Indonesia mengembangkan ekonomi maritim. Karena itu Presiden Jokowi mengalokasikan seluruh sumber daya untuk memberantas penangkapan ilegal ikan,membangun jalan tol untuk mempermudah hubungan ekonomi antar-daerah, pariwisata laut, dan terpenting laut yang sehat. “Sudah banyak riset dampak negatif untuk kesehatan manusia dari mikro-plastik yang dimakan oleh ikan. Kemudian ikan dimakan manusia termasuk ibu hamil sehingga anak yang lahir bisa stunting,” ujar Menko Luhut.
Di sektor pariwisata masalah sampah laut mempengaruhi turis yang sedang diving, pantai, dan batu karang. Bila pemerintah Indonesia tidak mengambil langkah tegas akan menghancurkan sektor pariwisata dan meningkatkan kemiskinan.” Pemerintah serius akan mengambil hukum kepada siapa saja yang melanggar atau membuang sampah di laut,siapapun mereka,”ungkap Menko Luhut.
Pemerintah akan memperkuat penegakan hukum untuk industri yang mengabaikan standar lingkungan hidup. Selain itu, pemerintah juga melakukan koordinasi dengan kepolisian, jaksa dan menteri lingkungan hidup.
Ditambah lagi berdasarkan riset World Bank bahwa 80% sampah laut berasal dari darat yang kebanyakan mempunyai sistem pembuangan sampah di pesisir pantai. Oleh sebab itu, pemerintah Indonesia fokus meningkatkan sistem menajemen pembuangan sampah di daerah-daerah pantai.
“Kini pemerintah sedang berkonsentrasi memperbaiki kontaminasi sungai Citarum dimana menurut Washington Post Maret 2017 merupakan sungai terkotor di dunia,” ujar Menko Luhut. Sungai Citarum mempunyai panjang 297 km dengan 27,5 juta orang tergantung dari sungai tersebut. Masalah sungai Citarum ditambah lagi dengan adanya 3200 industri yang berada di sepanjang sungai dimana kebanyakan tidak mempunyai fasilitas proses pembuangan sampai yang tidak sesuai.
Presiden menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) untuk memperbaiki sungai Citarum dengan membentuk kelompok kerja terdiri dari pemerintah pusat, militer, polisi, pemerintah daerah dan NGO. Pemerintah membagi sungai Citarum menjadi 22 sektor yang dipimpin oleh kolonel tentara dalam setiap sektor. Tim Pokja akan mengidentifikasikan masalah di sepanjang tepi sungai dan mencari solusinya. Selain itu, pemerintah mempunyai program untuk meningkatkan kesadaran pentingnya menjaga lingkungan di sepanjang sungai Citarum demi generasi muda. Target presiden dalam waktu 7 tahun sungai Citarum sudah bersih dari polusi.
“Pemerintah juga bekerja sama dengan tim World Bank di Jakarta untuk meningkatkan sistem manajemen pembuangan sampah di daerah pesisir di selatan Jawa, Sumatera Selatan, Kalimantan dan Sulawesi. Difokuskan bagaimana mengumpulkan, trasportasi dan proses final di daerah-daerah tersebut,”ungkap Menko Luhut. Selanjutnya pemerintah akan memasang perangkap di mulut sungai sehingga dapat dihentikan aliran sampah ke laut.
Pendekatan komprehensif dan holistik sistem manajemen pembuangan akan dikembangkan sebelum akhir tahun sehingga dapat dianggarkan untuk tahun depan.
“Bukan pekerjaan yang mudah tapi presiden Jokowi berkomitmen dan atas dukungan dari World Bank, maka saya percaya maka kita akan dapat menyelesaikan masalah ini,” lanjut Menko Luhut.
Diskusi mengenai sampah laut ini juga dilakukan Menko Luhut dengan Ocean Caucus Cochair Senator Dan Sulivan dan Senator Sheldon Whitehouse dimana pemerintah Indonesia mendapat dukungan dari kedua senator tersebut dan berjanji akan menyampaikan masalah ini kepada pihak terkait di Amerika.
Di kesempatan terpisah lainnya dengan isu yang sama yaitu sampah plastik di laut Menko Luhut bertemu dengan anggota kongres Don Young yang akan menyediakan waktu datang ke Indonesia untuk mendiskusikan lebih detil soal ini.