Jakarta, Halo Indonesia — Menko Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla memberikan perhatian utama pada pembangunan infrastruktur dan pariwisata yang menghasilkan devisa langsung dan bermanfaat untuk menstabilkan defisit pada neraca perdaganan.
“Selain membangun infrastruktur, pariwisata menjadi prioritas pemerintah. Semua ini tidak lain untuk mendorong ekspor. Menghadapi situasi ekonomi global yang kurang mendukung belakangan ini, kita perlu mendorong ekspor untuk menghasilkan devisa dan menekan impor. Untuk inilah mengapa pariwisata dimasukkan dalam industri ekspor karena menghasilkan devisa besar,” kata Darmin Nasution ketika memberikan keynote speech dalam Rakornas Pariwisata III Tahun 2018 di Dian Ballroom Hotel Raffles Jakarta, Kamis siang (27/09).
Selain melalui kebijakan fiskal, pemerintah juga melakukan upaya untuk mendorong agar penyaluran kredit ke sektor usaha pariwisata semakin besar. “Saya bersama Menpar Arief Yahya belum ini merinci kembali siapa saja yang dapat menerima skema Kredit Usaha Rakyat (KUR). KUR sekarang dapat dinikmati para pelaku usaha pariwisata. KUR pariwisata ini sudah kita launching di Danau Toba, Sumatera Utara belum lama ini,” kata Menko Darmin Nasution.
KUR Pariwisata dimanfaatkan masyarakat di sekitar destinasi prioritas Danau Toba antara lain untuk usaha homestay. “Pelaku usaha pariwisata dapat memanfaatkan kredit KUR skala mikro dan kecil besarnya mencapai Rp 500 juta per-nasabah. Ini tentu sangat membantu usaha mikro dan kecil pariwisata,” kata Menko Darmin.
Menurut Menko Darmin Nasution, KUR dengan bunga 7% per tahun ini menjadi salah satu instrumen pembiayaan yang dilakukan oleh pemerintah untuk membantu pelaku usaha mikro-kecil pariwisata.
“Kecilnya suku bunga KUR yang hanya 7% ini karena disubsidi oleh pemerintah lewat APBN yang mencapai Rp 11 triliun. Dan besarnya subsidi bunga ini, sedikitnya ada Rp 120 triliun KUR yang akan disalurkan untuk usaha mikro dan kecil dan ini bisa dinikmati oleh pelaku usaha pariwisata,” kata Menko Darmin Nasution.
Sementara itu Menpar Arief Yahya usai membuka Rakornas pada hari pertama (Rabu,2/09) menjelaskan, jumlah pelaku usaha mikro dan kecil di sektor pariwisata tahun ini sebanyak 6,7 juta orang dan diproyeksikan membutuhkan kredit KUR pariwisata sebesar Rp 25 triliun. Para UKM pariwisata yang bergerak di usaha homestay diproyeksikan membutuhkan dana investasi sebesar Rp 2 triliun.
Seperti diketahui dalam lima tahun ke depan atau 2019-2024 sektor pariwisata membutuhkan investasi sebesar Rp 500 triliun untuk pengembangan 10 DPP dan destinasi unggulan lainnya antara lain Mandeh (Sumatera Barat) dan Tanjung Puting (Kalteng) sebagai habitat asli orang utan yang menjadi destinasi kelas dunia.
Kebutuhan investasi tersebut terdiri dari pembiayaan pariwisata sebesar Rp 295 triliun yakni berasal dari pemerintah Rp 10 triliun dan swasta Rp 285 triliun, sedangkan investasi pariwisata senilai Rp205 triliun berasal dari pemerintah Rp170 triliun dan swasta Rp 35 triliun. Sementara itu investasi pariwisata dari pemerintah berasal dari Kementerian PUPR Rp 32,5 triliun; Kementerian Perhubungan Rp 77,3 triliun; PT Angkasa Pura I dan PT Angkasa Pura II Rp 56 triliun; Kementerian Kominfo Rp 0,05 triliun; DAK Pariwisata Rp 1 triliun; dan Kemenpar sebesar Rp 3 triliun.
Selama periode 2019 – 2024, investasi sektor pariwisata antara lain untuk membangun 120.000 kamar hotel, 15.000 restoran, 100 taman rekreasi, 100 operator diving, 100 marina, dan 100 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dengan melibatkan peran serta dunia usaha, serta program pembangunan 100.000 homestay dengan melibatkan UKM pariwisata.
Pada hari kedua Rakornas Pariwisata III Tahun 2018 juga berlangsung penandatanganan MoU yang dilakukan oleh Menpar Arief Yahya dan Menkeu Sri Mulyani Indrawati, MOU Deputi Bidang Pengembangan Destinasi Paiwisata dengan LPEI, PT SMI, PT SMF, PT PII, MoU antara Kemenpar dengan Pemda Manggarai Barat, dan Kemenpar dengan KADIN Indonesia.