Beranda Frame Wamenkeu: Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal adalah Alat Capai Tujuan Negara

Wamenkeu: Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal adalah Alat Capai Tujuan Negara

BERBAGI
Wamenkeu: Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal adalah Alat Capai Tujuan Negara

Jakarta, Haloindonesia.co.id – Undang-undang Hubungan antara Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD) merupakan upaya penguatan desentralisasi fiskal dengan mendorong pengalokasian sumber daya nasional secara efektif dan efisien. Melalui hubungan keuangan pusat dan daerah yang transparan, akuntabel dan berkeadilan diharapkan dapat mewujudkan pemerataan kesejahteraan masyarakat, dan menjadi bagian dari agenda reformasi di bidang fiskal dan struktural untuk mencapai Indonesia Maju 2045.

UU HKPD hadir dalam momentum yang tepat untuk menjadi instrumen yang penting bagi konsolidasi fiskal. Hadirnya UU HKPD akan memainkan peranan yang signifikan dalam upaya pemerintah memperbaiki desain desentralisasi fiskal dan otonomi daerah yang akuntabel dan berkinerja.

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengatakan bahwa otonomi daerah dan desentralisasi fiskal adalah alat untuk mencapai tujuan negara, karena baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah harus memberikan pelayanan kepada masyarakat yang sama. Hal ini dikatakan oleh Wamenkeu saat memberikan penjelasan pada acara Sosialisasi UU HKPD di Palembang, Kamis (17/03).

“Karena itu di dalam konteks desentralisasi tersebut, kita melihat bahwa perlu melakukan alokasi sumber daya keuangan. Kita lakukan alokasi namun pada saat yang bersamaan juga memperbaiki kualitas belanja masing-masing di pusat dan di daerah. Pusat dan daerah sama-sama harus melakukan penganggaran yang berkualitas, pengembangan aparatur, dan pengawasannya diperbaiki,” jelas Wamenkeu.

Wamenkeu melanjutkan bahwa berbagai capaian desentralisasi fiskal selama 20 tahun terakhir telah menunjukkan berbagai kinerja positif dan ikut berkontribusi dalam pencapaian kinerja nasional. Kesenjangan kemampuan keuangan antar daerah menunjukkan tren semakin berkurang, penerimaan pajak daerah  terhadap produk domestik bruto dari tahun 2016-2019 mengalami peningkatan, dan pengelolaan administrasi keuangan daerah semakin baik ditandai dengan opini WTP pada LKPD yang semakin naik.

“Meskipun banyak sekali kinerja yang bisa kita angkat secara positif, namun ada beberapa yang terus kita perhatikan di seluruh Indonesia yang masih menjadi tantangan-tantangan kita kedepan,” lanjut Wamenkeu.

Tantangan itu diantaranya adalah sebagian besar DAU masih digunakan untuk belanja pegawai yang berkisar 30%-65%, masih adanya ketergantungan pemda pada DAK untuk sumber belanja modal, alokasi belanja infrastruktur yang masih rendah dengan kisaran 11%, tax ratio di tingkat lokal masih relatif rendah, dan pemanfaatan pembiayaan kreatif yang masih terbatas.

“Dengan cara berpikir seperti itu, maka empat pilar dari UU HKPD ini kita lakukan secara tersusun, terstruktur dan dituliskan dalam Undang-undang,” kata Wamenkeu.

Wamenkeu menyebut bahwa UU HKPD didesain dengan 4 pilar utama yakni ketimpangan fiskal yang menurun, penguatan local taxing power, belanja daerah yang berkualitas, dan sinergi fiskal nasional. Keempat pilar ini menjadi penopang yang sangat penting untuk mencapai tujuan pelaksanaan desentralisasi yaitu pemerataan kesejahteraan masyarakat di seluruh pelosok Indonesia.

“Selain empat pilar tadi saya sebutkan ini juga harus didukung oleh sistem informasi, didukung oleh pengawasan dan monitoring evaluasi, dan didukung oleh sumber daya manusia yang makin lama makin kompeten,” kata Wamenkeu.

Bagikan

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.