Jakarta, Haloindonesia.co.id – Pemerintah bersama dengan Badan Legislasi DPR RI telah menyepakati substansi Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU CK). Kesepakatan ini dicapai dalam Rapat Kerja Badan Legislasi DPR RI dengan Pemerintah untuk pengambilan keputusan terhadap Pembicaraan Tingkat I RUU CK, di Jakarta, Sabtu (03/10/2020). Selanjutnya, RUU CK akan dibawa ke Rapat Paripurna untuk pengambilan keputusan dan mendapatkan pengesahan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang mewakili Pemerintah meyakini, RUU Cipta Kerja akan bermanfaat besar untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional dan membawa Indonesia memasuki era baru perekonomian global, untuk mewujudkan masyarakat yang makmur, sejahtera, dan berkeadilan.
“RUU Cipta Kerja akan mendorong reformasi regulasi dan debirokratisasi, sehingga pelayanan Pemerintahan akan lebih efisien, mudah, dan pasti, dengan adanya penerapan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) dan penggunaan sistem elektronik,” ujar Menko Airlangga.
Sebagaimana dipahami, selama ini masalah yang kerap menghambat peningkatan investasi dan pembukaan lapangan kerja, antara lain proses perizinan berusaha yang rumit dan lama, persyaratan investasi yang memberatkan, pengadaan lahan yang sulit, hingga pemberdayaan UMKM dan Koperasi yang belum optimal. Ditambah lagi proses administrasi dan birokrasi perizinan yang cenderung lamban, yang pada akhirnya menghambat investasi dan pembukaan lapangan kerja.
RUU Cipta Kerja ditujukan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang menghambat peningkatan investasi dan pembukaan lapangan kerja, melalui penyederhanaan sistem birokrasi dan perizinan, kemudahan bagi pelaku usaha terutama UMKM, ekosistem investasi yang kondusif, hingga penciptaan lapangan kerja untuk menjawab kebutuhan Angkatan kerja yang terus bertambah.
Aspek transparansi pun selalu dijunjung tinggi dalam penyusunan RUU ini. Seluruh proses pembahasan selalu disiarkan secara langsung melalui TV Parlemen, dan rapat pembahasan sifatnya juga terbuka yang dapat diikuti secara tatap muka maupun melalui video conference (online), serta diliput langsung oleh media. Ini menunjukkan komitmen Pemerintah dan DPR untuk transparan dalam membahas kebijakan untuk masyarakat.
RUU Cipta Kerja Beri Banyak Manfaat Bagi Masyarakat
Manfaat yang dapat dirasakan setelah berlakunya UU Cipta Kerja, antara lain bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) berupa dukungan dalam bentuk kemudahan dan kepastian dalam proses perizinan melalui OSS (Online Single Submission). Ditambah lagi kemudahan dalam mendaftarkan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), kemudahan dalam mendirikan Perseroan Terbuka (PT) perseorangan, hingga kemudahan dengan persyaratan yang mudah dan juga biaya yang murah, sehingga ada kepastian legalitas bagi pelaku usaha UMKM.
RUU CK juga menawarkan kemudahan dalam pendirian koperasi, dengan menetapkan minimal jumlah pendirian hanya oleh 9 (sembilan) orang. Koperasi juga diberikan dasar hukum yang kuat untuk melaksanakan prinsip usaha syariah, selain juga kemudahan dalam pemanfaatan teknologi.
Untuk Sertifikasi Halal, RUU CK menjamin percepatan dan kepastian dalam proses sertifikasi halal. Bahkan bagi pelaku UMK, diberikan kemudahan tambahan berupa biaya sertifikasi yang ditanggung pemerintah. Lembaga Pemeriksa Halal juga diperluas lingkupnya, kini dapat dilakukan oleh Ormas Islam dan Perguruan Tinggi Negeri.
Terkait keberadaan perkebunan masyarakat yang terlanjur masuk kawasan hutan, masyarakat akan dapat memiliki kepastian pemanfaatan atas keterlanjuran lahan dalam kawasan hutan, di mana untuk lahan masyarakat yang berada di kawasan konservasi, masyarakat tetap dapat memanfaatkan hasil perkebunan dengan pengawasan dari pemerintah.
Tak hanya itu, bagi nelayan juga diatur penyederhanaan perizinan berusaha untuk kapal perikanan. Kini perizinan hanya cukup satu pintu melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Kementerian Perhubungan tetap memberikan dukungan melalui standar keselamatan.
RUU CK juga akan mempercepat pembangunan rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), yang dikelola khusus oleh Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3). Percepatan reformasi agraria dan redistribusi tanah juga akan dilakukan oleh Bank Tanah.
Terkait peningkatan perlindungan kepada Pekerja, RUU CK menjamin adanya kepastian dalam pemberian pesangon, di mana dalam pemberian pesangon Pemerintah menerapkan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dengan tidak mengurangi manfaat Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKm), Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Pensiun (JP), serta tidak menambah beban iuran dari pekerja atau pengusaha.
“Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) merupakan bentuk perlindungan terhadap Pekerja yang terkena PHK, dengan manfaat berupa cash-benefit, upskilling dan upgrading, serta akses ke pasar tenaga kerja, sehingga bisa mendapatkan pekerjaan baru atau bisa membuka usaha,” ujar Menko Airlangga.
Mekanisme Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) juga tetap mengikuti persyaratan yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan. Selain itu, RUU Cipta Kerja tidak menghilangkan hak cuti haid dan cuti hamil yang telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan.
Sedangkan bagi Pelaku Usaha, RUU Cipta Kerja akan memberi manfaat yang mencakup kemudahan dan kepastian dalam mendapatkan perizinan berusaha dengan penerapan perizinan berbasis risiko (risk based approach) dan penerapan standar. Selain itu, dengan adanya pemberian hak dan perlindungan pekerja/buruh yang lebih baik, akan mampu meningkatkan daya saing dan produktivitas usaha.
Pelaku usaha juga mendapatkan insentif dan kemudahan, baik dalam bentuk insentif fiskal maupun kemudahan dan kepastian pelayanan dalam rangka investasi, di samping adanya bidang kegiatan usaha yang lebih luas untuk dapat dimasuki investasi, dengan mengacu kepada bidang usaha yang diprioritaskan Pemerintah (Daftar Prioritas Investasi).
Jaminan perlindungan hukum yang cukup kuat juga kini dimiliki pelaku usaha, dengan penerapan ultimum remedium yang berkaitan dengan sanksi, dimana pelanggaran administrasi hanya dikenakan sanksi administrasi, sedangkan pelanggaran yang menimbulkan akibat K3L (Keselamatan, Keselamatan, Keamanan, dan Lingkungan) dikenakan sanksi pidana.
Menko Airlangga menambahkan, “RUU Cipta Kerja juga menegaskan peran dan fungsi Pemerintah Daerah sebagai bagian dari sistem pemerintahan, di mana kewenangan yang telah ada, tetap dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah, sesuai dengan NSPK yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, sehingga akan tercipta adanya suatu standar pelayanan yang baik untuk seluruh daerah”.
RUU Cipta Kerja juga mengatur dan menerapkan kebijakan satu peta (one map policy) yang dituangkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), dengan mengintegrasikan tata ruang darat, tata ruang pesisir dan pulau-pulau kecil, tata ruang laut, serta tata ruang kawasan terutama kawasan hutan, sehingga ada aspek kepastian hukum bagi pelaku usaha yang telah memenuhi kesesuaian tata ruang dalam RTRW. Pemerintah Pusat bersama dengan Pemerintah Daerah akan mempercepat penetapan RDTR dalam bentuk digital.
Proses Panjang Penyusunan RUU Cipta Kerja
RUU Cipta Kerja pertama kali disampaikan Presiden Joko Widodo kepada Ketua DPR-RI melalui Surat Presiden Nomor: R-06/Pres/02/2020 tanggal 7 Februari 2020, yang menugaskan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian bersama 10 Menteri, yaitu Menteri Hukum dan HAM, Menteri Keuangan, Menteri Ketenagakerjaan, Menteri Dalam Negeri, Menteri LHK, Menteri ATR/ Kepala BPN, Menteri ESDM, Menteri KUKM, Menteri PUPR, dan Menteri Pertanian, untuk mewakili Presiden dalam pembahasan RUU Cipta Kerja di DPR-RI.
Proses pembahasan pun dilakukan bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR RI melalui Panitia Kerja (Panja) RUU Cipta Kerja, sejak tanggal 20 Mei 2020. Dalam proses pembahasan tersebut, sangat banyak dinamika yang terjadi dalam pembahasan. Tak hanya berkaitan dengan substansi, tetapi juga situasi dan kondisi yang terjadi dalam rapat pembahasan. Tak kurang dari 63 kali Rapat Panja telah digelar, dalam rangkaian pembahasan yang cukup panjang, di tengah situasi pandemi COVID-19 yang banyak membatasi aktifitas.
Menko Airlangga menjelaskan, “Telah dilakukan 63 kali rapat pembahasan (56 kali Rapat Panja, 6 kali Rapat Tim Mus/ Tim Sin dan 1 kali Rapat Kerja), yang dilakukan secara terbuka dan transparan, baik melalui pertemuan tatap muka maupun melalui video-conference (daring)”.
Cakupan materi RUU Cipta Kerja juga sangat luas. Semula mencakup 79 UU, namun dalam pembahasannya menjadi menjadi 76 UU. Total Ada 7 UU yang dikeluarkan dari pembahasan, yaitu: 1) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, 2) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional, 3) UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, 4) UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, 5) UU Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran, 6) UU Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan, dan 7) UU Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian.
Adapun 4 UU yang ditambahkan dalam pembahasan yaitu: 1) UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan jo Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, 2) UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan jo. UU Nomor 36 Tahun 2008, 3) UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambangan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Barang Mewah Jo. UU Nomor 42 Tahun 2009, dan 4) UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
RUU Cipta Kerja terdiri dari 15 Bab dan 174 pasal, di mana secara garis besar mencakup 1) peningkatan ekosistem investasi dan kemudahan perizinan, 2) perlindungan dan pemberdayaan UMKM dan koperasi, 3) ketenagakerjaan, 4) riset dan inovasi, 5) kemudahan berusaha, 6) pengadaan lahan, 7) kawasan ekonomi, 8) investasi Pemerintah Pusat dan Proyek Strategis Nasional, 9) Dukungan Administrasi Pemerintahan, 10) Sanksi.
“Cakupan substansi tersebut kami yakini akan dapat mendukung upaya kita bersama, untuk mendorong peningkatan kegiatan ekonomi dan investasi, sehingga akan dapat menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan bagi masyarakat, dan pada akhirnya akan mampu mendorong perekonomian nasional kita”, tegas Menko Airlangga.