Jakarta, Haloindonesia.co.id – Pemerintah Amerika Serikat, melalui United States Trade Representative (USTR) secara resmi telah mengeluarkan keputusan untuk memperpanjang pemberian fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) kepada Indonesia. Pengumuman perpanjangan GSP oleh Pemerintah AS ini dibuat hanya berselang sehari usai pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo di Bogor, Jawa Barat, Kamis (29/10/2020).
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi ketika bertemu dengan Menlu Pompeo secara khusus mengangkat isu GSP. Menlu Retno Marsudi menyatakan penyelesaian revieu GSP itu merupakan buah dari rangkaian diplomasi yang secara intensif dilakukan Pemerintah Indonesia dalam beberapa waktu terakhir ini.
“Pemberian fasilitas GSP merupakan salah satu wujud konkret kemitraan strategis antara kedua negara yang tidak hanya membawa manfaat positif bagi Indonesia, melainkan juga bisnis di AS. Keputusan ini diambil setelah USTR melakukan reviu terhadap fasilitas GSP untuk Indonesia selama kurang lebih 2.5 tahun sejak Maret 2018,” jelas Menlu Retno di Jakarta, Minggu (01/11/2020).
Pemberian fasilitas GSP menurut Menteri Retno Marsudi manfaat positif bagi Indonesia namun juga menguntungkan bisnis AS. “Keputusan USTR ini tentunya kita sambut dengan baik dan mudah- mudahan dapat terus kita manfaatkan untuk memperkuat perdagangan kita dengan AS,” ujarnya.
Perdagangan yang kuat antara Indonesia-AS diharapkan akan menjadi katalis bagi peningkatan investasi kedua negara. AS merupakan negara tujuan ekspor non migas terbesar RI kedua setelah RRT, dengan total nilai perdagangan dua-arah mencapai USD 27 Miliar pada tahun 2019.
Ekspor Indonesia ke AS periode Jan-Agustus 2020 mencapai USD 11,8 Miliar meningkat hampir 2% dibandingkan periode yg sama tahun 2019 sebesar USD11,6 Miliar. Kenaikan ini terjadi di tengah situasi pandemi, dan saat impor AS dari seluruh dunia turun 13%. “Ke depannya, kedua negara sepakat untuk mengupayakan pembahasan kemitraaan perdagangan RI–AS yang lebih komprehensif dan permanen,” tutur Menteri Luar Negeri.
Bukti Kepercayaan
Perpanjangan preferensi tarif GSP itu disambut baik oleh Pemerintah Indonesia. Menurut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut B. Pandjaitan, di tengah menurunnya perdagangan internasional akibat pandemi Covid-19, pemberian fasilitas GSP ini akan membantu meningkatkan kinerja ekspor Indonesia ke AS.
Menko Luhut Pandjaitan menyatakan guna menegaskan komitmen Pemerintah Indonesia untuk mengoptimalkan tingginya potensi kerja sama di bidang ekonomi dan perdagangan kedua negara, baik pada saat ini maupun di masa mendatang, Indonesia akan mengusulkan diadakannya negosiasi Limited Trade Deal (LTD) atau Kesepakatan Perdagangan secara terbatas antara Indonesia dan AS.
“LTD, yang akan mencakup kerjasama perdagangan, investasi hingga sektor informasi, komunikasi dan teknologi, diharapkan dapat membantu mendongkrak perdagangan dua arah Indonesia dan AS hingga mencapai USD 60 Miliar pada tahun 2024,” ujarnya.
Tingginya intensitas kerja sama perdagangan antara kedua negara juga menjadi katalis yang efektif bagi peningkatan arus investasi dua pihak, termasuk dari AS ke Indonesia.
Duta Besar Indonesia untuk AS, Muhammad Lutfi menyatakan perpanjangan fasilitas GSP yang diberikan oleh Amerika Serikat ini menunjukkan tingginya kepercayaan Pemerintah AS terhadap berbagai perbaikan regulasi domestik yang dilakukan Pemerintah Indonesia dalam rangka menciptakan iklim bisnis dan investasi yang lebih kondusif di tanah air.
“Paska pengumuman USTR, kita akan segera susun rencana kerja atau road plan untuk mengoptimalkan fasilitas keringanan bea masuk bagi produk-produk ekspor Indonesia di pasar AS,” ujar Dubes Lutfi yang sebelumnya pernah menjabat sebagai Menteri Perdagangan dan Kepala BKPM ini.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, pemberian perpanjangan fasilitas GSP oleh AS relatif jarang terjadi. Bahkan sejumlah negara yang menjadi mitra dagang AS, seperti India dan Turki, tahun 2019 lalu telah dihentikan fasilitas GSP mereka.
GSP merupakan fasilitas perdagangan berupa pembebasan tarif bea masuk, yang diberikan secara unilateral oleh Pemerintah AS kepada negara-negara berkembang di dunia sejak tahun 1974. Indonesia pertama kali mendapatkan fasilitas GSP dari AS pada tahun 1980.
Berdasarkan data statistik dari United States International Trade Commission (USITC), pada tahun 2019 lalu, ekspor Indonesia yang menggunakan GSP mencapai USD 2.61 Miliar. Angka ini setara dengan 13.1 persen dari total ekspor Indonesia ke AS, yakni USD 20.1 Miliar.
Ekspor GSP Indonesia di tahun 2019 berasal dari 729 pos tarif barang dari total 3.572 pos tarif produk yang mendapatkan preferensi tarif GSP. Hingga bulan Agustus 2020, nilai ekspor GSP Indonesia ke AS tercatat sebesar USD 1.87 Miliar atau naik 10.6 persen dibandingkan periode sama di tahun sebelumnya. Indonesia saat ini merupakan negara pengekspor GSP terbesar ke-2 di AS setelah Thailand (USD 2.6 Miliar).